Minggu, 01 April 2012

sukses bisnis kambing


Kiat Sukses Berbisnis Kambing



Sukses Berbisnis Kambing
Meningkatnya penjualan kambing dan domba menjelang Idul Adha hingga 25 kali lipat membuat prospek usaha penjualan hewan kurban sangat menjanjikan. Tapi apakah semua pedagang kambing bisa meraup keuntungan yang seperti itu ?
Setiap orang mempunyai strategi sendiri-sendiri untuk mengembangkan usaha penjualan kambingnya. Salah satu strategi yang bisa digunakan dalam berbisnis kambing  adalah dengan cara pendekatan ke instansi-instansi pemerintah, organisasi serta menyebarkan brosur ke berbagai kompleks perumahan. Dengan jaminan kambing yang dijual telah memiliki sertifikat bebas penyakit dari Dinas Kesehatan Kota. Dengan adanya jaminan dari Dinas Kesehatan, maka masyarakat akan merasa aman untuk mengkonsumsinya. Karena banyak sekali kasus yang terjadi, bahwa hewan yang dijadikan kurban mempunyai penyakit antraks, bahkan juga pernah ditemukan, hewan kurban yang sudah disembelih, ternyata ditemukan cacing di hatinya. Dengan adanya kasus ini, maka masyarakat harus lebih berhati-hati untuk memilih hewan kurban.
Bagi penyedia kambing kurban hendaknya juga menyediakan kambing yang bervariasi, mulai dari harga yang rendah sampai yang tinggi, jenisnya ada yang domba dan ada yang kambing. Sehingga orang lebih leluasa untuk memilihnya.
Sebenarnya kambing tak hanya dibutuhkan pada saat Idul Adha saja. Dalam sehari-hari pun usaha penjualan kambing juga bisa diandalkan, seperti untuk acara akikah, pernikahan, tasyakuran dll. Untuk lebih menarik konsumen, maka sebaiknya tidak hanya melayani penjualan kambing saja, tetapi juga disediakan service-service yang lainnya. Seperti proses pemotongan, pengolahan/pemasakan (mulai dari sate, rendang, gulai dll) dan juga proses pengantaran. Bahkan bisa juga memberikan souvenir/cendera mata untuk akikah dan pernikahan. Dengan demikian konsumen akan merasa senang dengan fasilitas-fasilitas yang diberikan dan tidak harus repot untuk mengolahnya.
Tips cara bisnis atau kunci sukses berbisnis kambing/domba baik untuk kurban, aqiqah maupun untuk ke penjualan pedagang di pasar tradisional adalah dengan mengajukan proposal ke berbagai instansi, pemerintah, perusahaan besar, organisasi, kompleks perumahan, rumah sakit bersalin hingga memasang banner di pohon pinggir jalan. Semua itu berlangsung secara bertahap, dari satu konsumen biasanya akan merekomendasikan ke konsumen lain.



Selasa, 27 Maret 2012

pengen jadi pengusaha

The Best Accounting Software-Zahir Accounting

Setiap Orang Berbakat Jadi Pengusaha

Muslim Kids Series: DuaMuslim Kids Series : Mufradat (Arabic Vocabulary)40 Hadiths Al-Arba�een An Nawawiyah
Menjadi pengusaha adalah bakat. Begitu aksioma sebagian orang rentang profesi yang sangat menantang ini. The Best Accounting Software

a ChildMenjual adalah bakat, katanya. Benarkah demikian? Saya termasuk orang yang tidak terlalu mempercayai aksioma tersebut. Landasan berpikir saya adalah, coba kita renungkan bersama hal-hal sebagai berikut:
Pertama: Kita adalah pemenang dari 150 juta sperma.
Sperma sebanyak itu mati dan tak bisa memenangkan kompetisi mererebut ovum (sel pembuahan reproduksi wanita) kecuali satu sperma, yakni sperma yang kemudian menjadi kita seperti saat ini. Perjuangan sperma yang melelahkan, memakan waktu yang panjang, penuh halang rintang dengan proses yang berkelok dan berliku-liku.

Akhirnya perjuangan itu pemenangnya adalah kita yang sampai hari ini masih bisa menghirup udara yang gratis diberikan Allah untuk bekal hidup kita. Sebagai pemenang kompetisi melawan jutaan sperma, mestinya kita bangga dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam menatap kehidupan ini sebagai pengusaha.

Kita oleh Tuhan dibekali self confidence yang luar biasa hebatnya, terbukti mampu mengalahkan pesaing yang sangat luar biasa banyaknya. Namun kenapa semua itu tidak tumbuh subur dalam pribadi kita begitu kita menapaki kehidupan sebagai pengusaha di dunia ini? Adakah kita telah lupa dengan sejarah fitrah penciptaan kita? Apakah kita tidak mengambil hikmah atas sepenggal awal kejadian dalam kehidupan seorang manusia, termasuk kita, sehingga kita akhirnya menjadi manusia yang lupa atas fitrah kita, yang sesungguhnya semua itu merupakan modal kemandirian kita sebagai pengusaha?

Jiwa pengusaha yang optimistik, penuh rasa percaya diri, kemampuan untuk mandiri, daya kreasi yang bebas dan kreatif, selalu ingin jadi juara, kemampuan berkompetisi, dll, semuanya adalah faktor dasar yang secara fitri sudah diberikan Allah kepada kita sejak masih berbentuk sperma, yaitu air yang hina, air yang disia-siakan dan air yang ‘tak berarti’.

Faktor-faktor fitrah manusia seperti itu sesungguhnya merupakan modal dasar setiap manusia untuk menjadi pengusaha. Sebab pengusaha memang haruslah memiliki kemampuan dasar seperti itu. Jadi secara fitrah manusia sesungguhnya diberikan Allah satu kemampuan untuk menjadi pengusaha yang sangat luar biasa.

Hanya masalahnya, kenapa kemudian setelah kita dewasa kita merasa tidak percaya diri untuk menjadi pengusaha? Coba kita renungkan kembali kenapa potensi dasar yang sangat luar biasa diberikan Allah untuk jadi pengusaha itu kok tidak berkembang, bahkan yang muncul dan berkembang dalam kepribadian kita adalah kepribadian yang inferior, rasa rendah diri, merasa tak mampu dan takut gagal jadi pengusaha? Bukankah kita sudah pernah menjadi pemenang dengan kompetisi jutaan kompetitor? Kenapa kita lupa kalau kita sesungguhnya diciptakan untuk menjadi pemenang sekaligus pengusaha ? Kenapa kita tak punya percaya diri untuk menjadi pengusaha dan menang dalam setiap kompetisi? Kenapa daya juang kita melemah padahal sesungguhnya kita dilahirkan sebagai seorang hero (pahlawan)? Saatnya kita mengintrospeksi diri, siapa sesungguhnya diri kita ini?

Kedua:
 setelah kita lahir yang pertama kita lakukan adalah menangis.
Orangtua kita akan sedih dan menangis, kalau kita semua lahir tidak menangis. Tapi karena kita lahir menangis maka orangtua kita jadi senang.
Apa sesungguhnya makna ‘menangis’ ini dari kacamata pengusaha? Menangis sesungguhnya adalah merupakan aktivitas promosi. Ya, promosi! Kenapa begitu? Karena menangisnya anak kecil itu sesungguhnya upaya anak untuk mencari perhatian dari orangtuanya dan orang-orang lain di sekitar kehidupannya yang baru.

Artinya: Tangisan bayi telah berhasil menjadi aktivitas promosi yang sangat luar biasa efektif untuk memperkenalkan jati diri si bayi pada kurun selanjutnya dari kehidupannya. Dengan demikian, sejatinya sejak lahir kita sudah diberi kemampuan selling yang sangat luar biasa. Karena dengan tangisan sang bayi, akhirnya dia bisa menjual dirinya untuk dibeli dengan perhatian banyak orang di sekitar kehidupannya.

Ketiga: Lingkungan keluarga tidak mendukung tumbuh kembangnya jiwa pengusaha.
Ketika kita kecil orangtua kita menanamkan pendidikan kepada kita dengan pendidikan bukan sebagai calon pengusaha. Coba kita amati para orangtua mendidik anaknya bila si anak main pisau, main api, main martil, panjat pagar, naik pohon, naik genteng, mainan air, dan sebagainya. Apa yang dilakukan orangtua terhadap anaknya yang masih di bawah lima tahun usianya dan anak itu bermain api, air, pisau dsb itu?

Sebagai orang tua apabila kita melihat anak bermain seperti itu, hampir semua kita akan mengatakan, “Jangan! Jangan! Dan jangan!” Apa sesungguhnya yang terjadi dengan pendidikan, Jangan! Jangan! Dan jangan,” itu? Kita sedang berupaya mengecilkan upaya pertumbuhan otak kanan si anak. Peran otak kanan si anak sedang disusutkan lewat pendidikan, “Jangan! Jangan! Dan jangan,” itu. Otak kanan anak akhirnya menjadi mengecil dan jiwa pengusaha tak berkembang semestinya. Hasil dari proses pendidikan, “Jangan! Jangan! Dan jangan,” itu adalah kita menjadi penakut. Kita menjadi orang yang tidak memiliki rasa percaya diri yang cukup. Karena kita tidak memberikan ruang berkembang yang cukup ideal bagi otak kanan, maka akhirnya kini kita menjadi manusia dan bangsa inferior, kurang percaya diri dan tidak berani bersaing secara sehat sebagai pengusaha.

Padahal sesungguhnya pada otak kananlah emotional quation dan spiritual quotion tempatnya berada. Pada pendidikan berbasis otak kananlah sesungguhnya tumbuhnya kreatifitas dan inovasi seorang pengusaha. Imajinasi dan cita-cita calon pengusaha dibangun lewat otak kanan, yang kelak akan sangat berarti bagi kehidupannya membangun “hidup ini menjadi lebih hidup.” Pada otak kananlah perasaan kemanusiaan dibangunsuburkan.

Keempat: kita mengukur kesuksesan hidup secara linier.
Apa yang kita lakukan dengan pendidikan anak berbasis otak kanan? Kita hampir tidak memberikan ruang berkembang yang cukup ideal. Sebab pada kenyataannya banyak orang yang akhirnya mengukur kesuksesan anak bila di kelasnya rangking satu. Anak dinilai hebat, kalau nilai raportnya 9 atau 10, juara satu di kelas atau sekolahnya, dan lulus dengan cumlaude. Orang disebut hebat kalau dia pintar, bergelar sarjana, doktor atau professor. Kita menilai orang dari sisi nilai ijazah dan raport setiap semesternya. Benarkah demikian sesungguhnya dalam hidup ini?

Kelima: semasa masih kecil, orangtua dan keluarga juga menanamkan pendidikan tentang cita-cita anak bukan sebagai calon pengusaha.
Coba Anda amati orang-orang di sekitar kita ketika menanamkan apa cita-cita anak kalau besar nanti. “Apa cita-citamu kalau besar nanti?” Demikian kata mama suatu saat pada anaknya. Papanya juga menambahkan, “Mau jadi apa kalau besar nanti kamu nak?”

Apa yang diajarkan orangtua pada anaknya tentang cita-cita dan hidup masa depan anaknya? Hampir sebagian besar kita akan menggiring anak agar kalau besar nanti jadi pilot, jadi dokter, jadi insinyur, jadi presiden, jadi perawat, jadi guru, jadi polisi dan jadi tentara. Masih dalam kerangka pendidikan yang belum mengeluarkan biaya besar, kenapa kita tidak menanamkan jiwa dan semangat anak dengan memotivasi cita-citanya kelak menjadi pemilik pesawat? Kenapa kita tidak mengajarkan anak agar kelak besar menjadi pemilik rumah sakit? Kenapa kita hanya menempatkan anak dengan cita-cita “cukup sebagai pilot” cukup sebagai perawat dan dokter” dan tidak menjadi pemilik pesawatnya atau rumah sakitnya? Orangtuanya sendiri yang tidak memiliki kemampuan berpikir sebagai pengusaha.

Keenam: Ketika masih di bangku sekolah dasar, kita baru belajar menulis dan membaca, oleh guru diajari dengan pelajaran bukan sebagai pengusaha.

Kita di kelas diajarkan cara menulis dan membaca seperti ini, “Ini ibu Budi.” “Ibu Budi pergi ke pasar membeli roti.” Begitu seterusnya. Guru mengajari kita dengan pengetahuan dasar sebagai “pembeli”. Kenapa guru tidak mengajarkan kita dengan pelajaran menjadi pengusaha, “Ini ibu Budi.” “Ibu Budi pergi ke pasar berjualan roti.” Pelajaran “berjualan” tidak diajarkan dan tidak ditanamkan kepada murid sedini mungkin. Sejak kecil kita diajari untuk menjadi orang yang konsumtif. Kita tidak diajarkan bekerja keras untuk meraih sesuatu. Dari sekolah dasar kita tidak diajari bagaimana bekerja dengan baik dan benar, namun selalu kita diajari untuk menjadi orang yang konsumtif, hedonism dan pragmatis.

Ketujuh: Sejak kelas 1 Sekolah Dasar (SD) hingga perguruan tinggi usai, kita diajarkan menyelesaikan soal-soal setiap kita mau test dan ujian kenaikan kelas atau kelulusan dengan soal-soal yang oleh guru disuguhkan dalam format multiple choice.

Apa sesungguhnya yang sedang diajarkan oleh guru, dosen dan para ahli pendidikan kita itu dengan soal-soal yang multiple choice itu? Kita selalu setiap saat disuguhkan soal-soal seperti itu sesungguhnya kita sedang diproses dan dijadikan oleh guru-guru kita itu menjadi orang yang harus menyelesaikan setiap masalah itu dengan cara instan.

Soal-soal seperti itu dibuat oleh guru dengan alasan yang praktis dan pragmatis, yakni: agar dalam proses mengoreksinya lebih mudah. Apalagi dengan jumlah siswa yang banyak, mata pelajaran yang juga tidak sedikit, maka satu-satunya cara menyelesaikan kurikulum dengan cepat adalah dengan soal-soal multiple choice itu. Apa yang dihasilkan dari keinginan guru yang sekedar ingin praktis dan pragmatis?

Ternyata hasilnya adalah kehidupan yang praktis, pragmatis, instan dan tidak mau bersusah payah untuk meraih tujuan sesuatu yang diinginkan. Guru, dosen dan para ahli pendidikan negeri ini mengajarkan kehidupan yang pragmatis dan konsumtif, maka hasilnya kita menjadi orang yang sangat mengagungkan semua penyelesaian semua masalah ini dengan cara-cara yang pragmatis, instan dan tak mau bersusah payah, tidak mau antri, tidak mau sesuai dengan prosedur, bahkan beberapa hal kita sudah tidak peduli lagi dengan proses.

Kalaulah kemudian setelah dewasa, bangsa ini sudah setengah abad lebih merdeka, kita akhirnya tumbuh menjadi orang dan bangsa yang korup, halal haram tidak peduli, contek mencontek tidak masalah, plagiat memplagiat atau bajak membajak akhir-akhir ini merajalela di semua sektor bisnis, mendapatkan ijazah dan gelar kesarjanaan pun bisa dengan membeli, berbohong adalah biasa, mark up itu boleh dan upeti atau sogok menyogok adalah wajar, siapakah yang paling punya tanggung jawab?

Di kampung-kampung, banyak orang tua rela menjual sapi dan sebidang tanah untuk “membela” anaknya yang selepas lulus STM mau jadi tentara atau karyawan daripada melakukan hal yang sama tetapi untuk berjualan krupuk atau beras. Mereka rela melepas sejumlah uang untuk “jasa terimakasih” karena anaknya menjadi pegawai negeri (PNS) daripada uang itu untuk kulakan sepatu atau berjualan roti. “Tanpa uang, mana mungkin zaman sekarang? Karena ini sudah lumrah dan wajar di zaman sekarang,” kata mereka.

Dengan demikian, akhirnya bisa disimpulkan bahwa semangat menjadi pengusaha yang tidak tumbuh subur dalam keluarga, masyarakat dan pendidikan, ternyata telah merajut masa depan negeri ini dengan rajutan yang senantiasa mbrundet dan tak bisa diurai. Makanya, ketika ada di antara kita yang mengatakan bahwa menjadi pengusaha adalah bakat, maka menurut saya, perlu dikoreksi ulang argumentasinya.

Setiap kita sudah dibekali untuk hidup mandiri dan bisa menjadi pengusaha yang ulung. Bahkan untuk menjadi seorang hero pun sesungguhnya kita secara fitri sudah dibekali dengan infrastruktur dan potensi yang luar biasa. Setiap kita pasti bisa sukses. Setiap kita berbakat menjadi pengusaha dan pemenang. Dan…. setiap kita berpotensi menjadi pengusaha kaya. Hanya masalahnya, bahwa ketika kita tumbuh, membesar, dan dewasa, maka kenapa ketakutan dan keraguan yang menggelayut setiap waktu, sehingga kita sulit untuk memutuskan menjadi pengusaha? Jadi, kapan Anda siap jadi pengusaha?

Referensi : A Khoerussalim Ikhs, To Be The Moslem Entrepreneur, Pustaka Al-Kautsar, 2005 (Diambil dari:Quickstart)

jualan di internet




berdagang di internet

Meraup Untung Besar dari Jualan di Internet
Internet kini semakin terjangkau, baik dari sisi tarif maupun kemudahan mendapat akses. Kalangan pengguna internet pun tidak lagi didominasi kalangan atas namun sudah sampai ke berbagai kalangan, seperti pelajar, pebisnis UKM bahkan ibu rumah tangga.
Beberapa waktu yang lalu, untuk bisa mendapat akses internet kita harus pergi ke warnet. Usaha warung internet pada waktu itupun sempat booming. Namun saat ini internet telah menyebarluas hingga masuk ke saku-saku celana atau baju kita. Lho, bagaimana bisa? Ya, bukankah setiap HP, Blackberry, Android dan yang semisalnya memiliki fasilitas internet? Ditambah lagi dengan biaya internet yang relatif murah.
Eksplorasi manfaat internet juga berkembang pesat. Bila dahulu kita mengenal internet hanya sebatas browsing, kirim email, atau chatting, kini banyak orang yang menggunakan internet sebagai mata pencaharian, diantaranya dengan berjualan di internet. Sengaja saya tidak menggunakan istilah bisnis online, karena kata-kata jualan di internet memiliki makna yang lebih luas dan sangat mudah dipahami. Yang ingin saya bahas disini bukan adsense, PPC, PPL, afiliasi dan yang semisal, tapi jual beli sebagaimana dilakukan oleh banyak orang. Yang membedakan hanya tempat dilakukannya jual beli, yaitu internet.
Trend jualan di internet menunjukkan grafik yang terus menanjak. Setidaknya, hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya onliners yang memadati jasa kurir/ekspedisi untuk mengirim dagangan mereka. Komoditi yang ditawarkan pun beraneka ragam, mulai dari sepatu, buku, pakaian bahkan sepeda.
Jualan di internet sangat cocok dilakukan orang-orang yang ingin kerja santai tapi banyak uang. Mana mungkin? Jawabannya mungkin saja. Selain berdasarkan pengalaman pribadi, fakta ini dibuktikan kondisi teman-teman seprofesi yang telah menekuni bisnis ini sejak lama. Menurut pengakuan salah seorang teman, dalam sehari ia bisa mendapatkan laba bersih 500 ribu, hanya dari berjualan di internet. Berarti dalam sebulan, ia bisa mendapatkan 15 juta. Angka cukup lumayan, bukan?
Lalu banyak bermunculan, apa sih kelebihan jualan di internet dibanding jualan di pasar atau toko? Jualan di internet memiliki banyak kelebihan, diantaranya :
1.    Modal Kecil (bahkan nyaris tanpa modal                                                                                              Modal yang mutlak dibutuhkan untuk berjualan di internet adalah biaya sewa domain dan hosting. Saya 

sendiri mengalokasikan dana untuk sewa domain dan hosting 300 ribu per tahun. Sekali lagi HANYA 300 ribu per TAHUN. Coba bandingkan dengan biaya sewa kios kecil di pinggir jalan, 5 juta bahkan lebih. Selain biaya sewa domain dan hosting, yang dibutuhkan untuk dapat berjualan di internet adalah seperangkat komputer dengan spesifikasi cukup. Tidak perlu komputer super cepat dengan grafis menawan, tapi cukup komputer dengan spesifikasi standar yang bisa dapatkan dengan harga 2 jutaan. Namun komputer ini pun hanya bersifat afdholiyyah saja, artinya lebih baik kalau kita punya komputer sendiri. Kalaupun tidak, toh masih bisa ke warnet meski agak repot karena harus bolak-balik setiap kali mau posting produk baru atau cek imel.
2.    Tidak Perlu Stok Barang Banyak
Jualan di internet tidak mengharuskan kita memiliki stok barang berlimpah atau bahkan gudang persediaan. Memang lebih bagus kalau kita punya stok sendiri, jadi ketersediaan barang terjamin. Tapi bila tidak, itu bukan masalah. Yang terpenting, kita punya channel distribusi yang jelas. Bila sewaktu-waktu datang order, barang yang kita jual bisa segera didapat dan dikirim ke pembeli.
3.    Toko 10 Barang 1
Bila jual beli offline atau toko biasa, untuk membuat toko kita tampil secara layak, tentu dibutuhkan berbagai macam barang minimal sebagai display. Kan lucu, kalau punya toko tapi hanya ada 1 barang di dalam etalase.
Hal semacam ini tidak berlaku di internet. Yang kita butuhkan cukup 1 atau 2 barang sebagai sampel atau bahkan hanya bermodalkan katalog saja. Dan itu bisa untuk membuat beberapa toko online. Begitu ada order masuk, barulah kita sediakan barang yang diinginkan pembeli.
4.    Tidak Pernah Tutup
Berjualan di internet tidak mengenal jam buka-tutup. Toko kita akan selalu buka dan siap melayani pengunjung. Pemesanan bisa via email, chatting YM atau BBM dan SMS. Satu-satunya yang bisa membuat toko kita tutup adalah server hosting yang down. Dan ini bisa kita siasati dengan memilih penyedia jasa hosting yang benar-benar bonafid. Ini bisa kita lihat di portofolio penyedia hosting tersebut di website resmi mereka. Bila klien yang menggunakan jasa penyedia hosting tersebut adalah perusahaan-perusahaan besar dan punya nama, maka cukup bagi kita untuk mengatakan penyedia hosting tersebut bagus. Down server kadang memang terjadi, namun pada penyedia hosting yang bonafid itu hanya terjadi sesaat karena ada gangguan kecil atau jadwal rutin maintenance. Itupun masih didukung dengan technical support yang selalu siap melayani komplain.
5.    Kerja Santai Duit Banyak
Menekuni bisnis online atau berjualan di internet dapat menghasilkan banyak uang walau dengan kerja santai. Jualan di internet sangat cocok dilakukan oleh para ibu yang hobi internet dan ingin mendapat penghasilan tambahan dari hobi tersebut. Banyak testimoni di dunia internet tentang ibu rumah tangga yang sukses berjualan di internet. Barang yang dijual pun beraneka ragam, mulai bukubusana muslimobat-obatan herbal dan ada pula yang menjual sirup kesehatan. Penghasilan mereka bahkan mampu mengalahkan gaji suami dan cukup untuk menutup kebutuhan hidup sehari-hari. Gaji suami pun utuh.
Jualan di internet bisa dilakukan tanpa harus berpenampilan menarik. Para ibu bisa melakukan aktifitas bisnisnya sembari mengasuh anak, memasak atau aktifitas lainnya.

Itulah 5 kelebihan bisnis online atau jualan di internet. Namun perlu diketahui, apa yang saya sampaikan di atas bukan angka final. Artinya kelebihan jualan di internet bukan hanya 5 poin di atas, namun masih banyak kelebihan-kelebihan lain yang akan saya bahas di lain waktu, insya Allah.
So, tertarik untuk membuka lapak di internet? Atau ingin punya prinsip seperti saya, Kerja Santai Uang Banyak? Simak artikel-artikel selanjutnya di wirausaha sukses.